
Di sebuah padang rumput yang luas, tinggal seekor anoa kecil bernama Cakara. Tubuhnya lebih mungil dari kerbau-kerbau lain, dan warnanya lebih gelap. Meski ia ramah dan ingin bermain, kawanan kerbau selalu menjauhinya.
“Huh, kamu bukan kerbau! Lihat tubuhmu, kecil dan aneh!” ejek salah satu kerbau besar.
Cakara menunduk sedih. Ia tak mengerti mengapa dirinya tak diterima. “Mungkin aku memang tidak pantas di sini…,” bisiknya lirih.
Suatu pagi, Cakara memutuskan pergi. Ia ingin mencari siapa dirinya sebenarnya dan mungkin…menemukan kawanan yang bisa menerimanya.
Dalam perjalanannya, Cakara melewati hutan, sungai, dan rawa. Di tepi danau kecil, ia bertemu seekor bebek gemuk berwarna putih dengan topi jerami kecil di kepalanya. “Hai, kamu terlihat murung,” kata bebek itu ramah.
“Aku… tidak diterima oleh kawanan kerbau. Mereka bilang aku berbeda,” jawab Cakara pelan.
Bebek itu tersenyum. “Tentu kamu berbeda. Tapi berbeda bukan berarti salah. Aku pun tak bisa terbang sejauh elang, tapi aku bisa berenang dan menari di air!”.
Cakara tertawa kecil. Bebek itu lucu dan bijak.
“Coba lihat tubuhmu-kokoh, tapi lincah. Kamu bisa berjalan di tempat yang curam, yang kerbau biasa tak bisa. Itu kehebatanmu!” lanjut bebek.
Mata Cakara mulai berbinar. Untuk pertama kalinya, ia merasa bangga dengan dirinya sendiri.
Sejak saat itu, Cakara tidak lagi mencari cara untuk menjadi seperti kerbau. Ia kembali ke hutan dan hidup dengan hewan-hewan lain yang beragam, saling melengkapi, dan saling menghargai perbedaan.
Ia tahu, menjadi diri sendiri adalah kelebihan yang sesungguhnya.
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(fir/fir)
No responses yet