Ilustrasi suami istri
Jakarta

#HaiBunda, aku berasal dari keluarga kecil yang sederhana. Ayah, ibu, aku, dan adik laki-lakiku selama ini menjalani kehidupan yang rukun, tercukupi, dan bahagia.

Setelah Ayahku meninggal pada 2016, kami pun melanjutkan hidup dengan menikah dan ibu tetap melanjutkan karier. Saat tiba waktunya ibu pensiun, jujur awalnya aku merasa khawatir apakah ibu sanggup melanjutkan hidup setelah tak lagi bekerja. Namun, ia memastikan bawa akan baik-baik saja. Ibu kemudian menyampaikan iktikad baik untuk menginvestasikan sebagian uang pensiun kepada adikku.

Adik memang sudah memiliki usaha di bidang kecantikan terlebih dahulu dibandingkan dengan aku yang masih merintis. Ibu pun dijanjikan mendapat keuntungan berkali-kali lipat dari usaha tersebut.

Beliau sebenarnya sudah sempat meminta pendapatku terkait investasi tersebut. Aku pun hanya memberikan sudut pandang secara obyektif mengenai kondisi saat ini. Aku menyarankan lebih baik investasi sedikit saja dulu, tapi bila memang terbukti menguntungkan, barulah boleh investasi bertahap.

Ibu pun setuju..

Qodarullah pada saat ibu melakukan perjanjian hitam di atas putih, aku dan suami mendapat kesempatan untuk menjalani ibadah umroh. Sekembalinya dari Tanah Suci, alangkah kagetnya aku mendapati ibu sedang gusar namun ia tampak enggan bercerita.

Pada hari yang sama, aku tiba-tiba dihubungi seorang investor mengatakan bahwa ada masalah pada investasi ibu dan adikku. Sang investor mem-bullying saya habis – habisan, sedangkan sang pelaku usaha diam seribu bahasa serta tidak merespons sama sekali.

Barulah ibu bercerita, ia akhirnya mengaku telah menginvestasikan seluruh dana pensiun kepada adik saya beserta sertifikat rumah sebagai jaminan. Aku pun bertanya pada ibu, kok bisa?! Bagai disambar petir di siang bolong saya menangis sejadi-jadinya. Ketika aku berupaya konfirmasi pada adikku, lagi-lagi tidak ada respons.

Persoalan rumit ini ku bawa sampai curhat kepada Tuhan agar dapat dipertemukan dengan mereka. Tuhan pun seakan menjawab doaku. Saat bermalam  di rumah ibu, aku mendengar suara gaduh.

Ternyata adikku dan istrinya datang di tengah malam. Dari kejauhan aku mendengar ibu dimaki-maki oleh menantu perempuannya, “Mama bagaimana sih mengurus anak? Tidak becus, masa ngurusin usaha enggak bisa?! Bikin laporan enggak bisa, malah ditinggal main HP!”

Saat hendak menghampiri mereka, suami menarik tanganku berujar, “Kamu tidak usah keluar dari kamar ini, cukup dengarkan saja dan jangan bereaksi.” Rasanya aku tak tahan melihat ibu diperlakukan begitu, aku hendak memberi pelajaran, tapi tidak diizinkan oleh suami. Alasannya agar tidak memperkeruh keadaan.

Lusanya, aku berniat mendatangi rumah adik tapi ditahan oleh ibu. Beliau tidak mau ada perselisihan antar saudara. Aku pun mengurungkan niat dan masih menunggu iktikad baik darinya. Namun, hingga lebih dari setahun tidak ada iktikad baik dari adik maupun istrinya.

Puncaknya, Lebaran hari kedua kemarin aku pancing untuk mendatangi rumah mertuanya. Tampak adikku tanpa rasa bersalah keluar kamar hanya melihatku sekilas kemudian berlalu tanpa bersalaman atau menghampiri.

Anehnya, ibu dari istrinya tersebut malah bercerita sedang membangun usaha baru dan ramai. Bagiku, bualan itu tidak penting. Ketika aku lugas menagih semua hak ibu, respons mereka hanya diam seribu bahasa. Benar-benar tak tahu malu!

– Bunda A, Jakarta –

Mau berbagi cerita juga, Bun? Yuk cerita ke Bubun, kirimkan lewat email [email protected]. Cerita terbaik akan mendapat hadiah menarik dari HaiBunda.

(pri/pri)

#

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *