
Kesehatan reproduksi dan seksual menjadi bagian penting untuk menjaga kualitas hidup perempuan. Pemahaman sejak dini dapat membantu perempuan menjaga tubuhnya dengan lebih baik.
Tak hanya untuk diri sendiri, Bunda juga perlu mulai mengenalkan konsep ini kepada anak. Edukasi sejak awal bisa menjadi langkah penting mencegah risiko dan membangun sikap yang sehat terhadap tubuh.
Oleh sebab itu, mari kenali lebih dalam tentang pentingnya menjaga kesehatan reproduksi dan seksual perempuan, serta bagaimana cara merawatnya secara tepat. Yuk, simak selengkapnya!
Apa itu kesehatan reproduksi?
Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan reproduksi adalah kondisi di mana seseorang memiliki kesejahteraan fisik, mental, dan sosial yang utuh terkait sistem reproduksinya. Artinya, kesehatan reproduksi tidak hanya berarti bebas dari penyakit atau gangguan, tetapi juga mencakup kemampuan untuk menjalankan fungsi reproduksi dengan optimal.
Kesehatan reproduksi penting untuk diperhatikan oleh semua orang, baik perempuan maupun laki-laki. WHO menekankan bahwa setiap individu memiliki hak untuk menikmati reproduksi yang sehat, aman, dan bermartabat.
Oleh karena itu, kesehatan reproduksi mencakup berbagai aspek, seperti informasi dan pendidikan seksualitas, perlindungan dari kekerasan seksual, serta akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang aman dan terjangkau.
Kapan anak diberi pendidikan kesehatan reproduksi?
Mengedukasi anak tentang kesehatan reproduksi ternyata perlu dilakukan sejak dini, bahkan sejak Si Kecil masih balita, lho, Bunda. Menurut Kementerian Kesehatan RI, anak sudah bisa mulai dikenalkan dengan topik ini sejak usia satu tahun.
Hal ini disampaikan oleh Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes. Beliau menjelaskan bahwa edukasi ini bisa dimulai saat anak mulai mengenali bagian tubuhnya sendiri, termasuk alat kelamin yang sering menimbulkan rasa ingin tahu.
“Kapan diberikannya? Sejak umur satu atau dua tahun. Pokoknya semenjak ia mengenal alat kelaminnya,” ujar dr. Anung kepada detikHealth.
Artinya, pendidikan ini bisa berjalan bersamaan dengan proses anak mengenal bagian tubuh lainnya seperti kepala, tangan, atau kaki. Tidak perlu menunggu hingga anak besar, karena di tahap awal yang dikenalkan hanyalah bagian tubuh dan fungsinya, bukan hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas.
Tentu saja, penyampaiannya harus sesuai dengan usia anak. Cukup mulai dari yang sederhana, seperti menyebutkan nama dan fungsi organ tubuh dengan bahasa yang netral dan jelas. Anak bisa diajak mengenal tubuhnya tanpa rasa takut atau bingung.
“Ya contohnya, ini namanya penis. Penis punya laki-laki. Itu vagina, punya perempuan, seperti itu saja,” tambah dr. Anung.
Pengenalan ini penting agar anak memahami bahwa bagian tubuh tersebut bersifat pribadi dan harus dijaga. Sayangnya, masih banyak orang tua yang menganggap topik ini terlalu berat atau tabu.
Sebagian bahkan memilih menghindar atau menegur saat anak bertanya soal tubuhnya sendiri. Padahal menurut dr. Anung, anak justru perlu tahu sejak kecil bahwa organ genital tidak boleh disentuh sembarangan oleh orang lain.
“Jadi misalnya ada yang raba-raba atau memintanya buka baju, anak enggak akan mau. Kasus seperti di JIS itu bisa dihindari,” jelasnya.
Anak yang mendapat edukasi sejak awal cenderung lebih berani menolak jika merasa tidak nyaman atau saat mengalami tanda-tanda pelecehan. Beliau pun menegaskan bahwa pembahasan ini seharusnya tidak dianggap tabu.
“Ini juga enggak tabu. Orang diajarkan organ tubuh kok. Sama seperti mengajarkan ini kepala, ini tangan, sama juga ini penis, ini vagina. Menurut saya enggak tabu, tinggal bagaimana orang tua memberitahukannya saja,” pungkasnya.
Cara sistem reproduksi manusia bekerja
Mengutip laman BBC dan Cleveland Clinic, pada perempuan, proses reproduksi dimulai dari indung telur (ovarium) yang berfungsi memproduksi sel telur (ovum) dan hormon-hormon seperti estrogen serta progesteron. Setiap bulan, ovarium melepaskan satu sel telur dalam proses yang disebut ovulasi.
Sel telur kemudian bergerak menuju tuba falopi, yaitu saluran penghubung antara ovarium dan rahim. Di sinilah pembuahan biasanya terjadi, jika sperma yang masuk melalui vagina berhasil mencapai sel telur.
Jika sel telur berhasil dibuahi oleh sperma, terbentuklah zigot, cikal bakal janin. Zigot ini kemudian bergerak menuju rahim dan menempel pada dinding rahim yang sudah menebal karena pengaruh hormon.Proses tersebut disebut implantasi.
Apabila implantasi berhasil, kehamilan pun dimulai. Namun jika tidak terjadi pembuahan, maka lapisan dinding rahim yang sudah menebal akan luruh dan keluar dari tubuh sebagai darah menstruasi.
Perbedaan sistem reproduksi laki-laki dan perempuan
Menukil dari laman Bio Differences, sistem reproduksi laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan mendasar dari segi letak, struktur, dan fungsinya. Sistem reproduksi laki-laki sebagian besar terletak di luar tubuh, terutama di sekitar area panggul.
Letaknya yang berada di luar tubuh bertujuan untuk menjaga suhu testis tetap lebih rendah dari suhu tubuh, karena sperma hanya dapat berkembang secara optimal pada suhu yang lebih dingin. Inilah mengapa posisi testis dalam skrotum sangat penting untuk kesuburan.
Selain itu, sistem reproduksi laki-laki berfungsi utama untuk memproduksi dan mengantarkan sperma ke dalam tubuh perempuan agar terjadi pembuahan. Hormon utamanya adalah androgen dan testosteron, yang berperan dalam produksi sperma serta perkembangan ciri-ciri seksual laki-laki. Organ-organ penting dalam sistem ini mencakup penis, skrotum (yang berisi testis), vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar Cowper.
Berbeda dengan laki-laki, sistem reproduksi perempuan seluruhnya berada di dalam tubuh. Jalur masuk dan keluar terletak di area vulva, yang menjadi pintu masuk sperma serta saluran keluarnya darah menstruasi dan bayi saat persalinan.
Organ reproduksi perempuan mencakup vagina, serviks, rahim, tuba falopi, dan ovarium. Masing-masing memiliki peran penting, mulai dari memproduksi sel telur (ovum), menjadi tempat pembuahan, hingga mendukung perkembangan janin selama kehamilan.
Selain organ di dalam tubuh, perempuan juga memiliki kelenjar payudara (mammary gland) yang berfungsi memproduksi ASI untuk menyusui setelah melahirkan. Sistem ini dikendalikan oleh hormon estrogen dan progesteron yang mengatur siklus menstruasi, kesiapan rahim untuk kehamilan, dan perubahan tubuh saat pubertas maupun masa kehamilan.
Anatomi sistem reproduksi perempuan
Sistem reproduksi perempuan terdiri dari bagian luar dan dalam yang sama-sama penting untuk kesehatan tubuh secara keseluruhan, terutama dalam fungsi reproduksi. Bagian luar, seperti vulva, berfungsi melindungi organ dalam dari infeksi sekaligus menjadi jalur masuknya sperma.
Mengutip Cleveland Clinic, bagian dalam sistem reproduksi perempuan terdiri dari beberapa organ utama yang berperan dalam proses menstruasi, pembuahan, hingga kehamilan, yaitu:
Tuba Falopi
Tuba falopi adalah dua saluran sempit yang terhubung dari sisi kiri dan kanan rahim menuju ovarium. Setiap bulan, saat ovulasi terjadi, sel telur yang dilepaskan dari ovarium akan masuk ke tuba falopi.
Di sinilah umumnya pembuahan oleh sperma terjadi. Setelah dibuahi, sel telur akan bergerak menuju rahim untuk menempel di dinding rahim (endometrium) dan memulai kehamilan.
Ovarium
Ovarium atau indung telur adalah dua kelenjar kecil berbentuk oval yang terletak di kedua sisi rahim. Organ ini berfungsi memproduksi sel telur (ovum) serta hormon estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini berperan dalam mengatur siklus menstruasi, ovulasi, dan mempersiapkan tubuh untuk kehamilan.
Umumnya, setiap perempuan dilahirkan dengan sekitar 1 hingga 2 juta sel telur sejak lahir. Namun, sepanjang hidupnya, hanya sekitar 400 sel telur yang akan matang dan dilepaskan selama masa subur atau ovulasi.
Vagina
Vagina adalah saluran otot elastis yang menghubungkan serviks (leher rahim) ke bagian luar tubuh. Vagina berfungsi sebagai jalan keluarnya darah menstruasi, saluran persalinan saat melahirkan, dan tempat masuknya penis saat hubungan seksual.
Saluran ini dilapisi oleh mukosa atau selaput lendir yang menjaga kelembapan dan melindungi dari infeksi. Vagina juga memiliki kemampuan untuk meregang dan kembali ke bentuk semula, yang begitu krusial selama proses melahirkan.
Rahim
Rahim atau uterus merupakan organ berongga berbentuk seperti buah pir terbalik, yang terletak di bagian tengah panggul. Rahim menjadi tempat berkembangnya janin selama kehamilan.
Organ ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu serviks (leher rahim) di bagian bawah yang menghubungkan ke vagina, dan korpus (badan rahim) di bagian atas yang bisa membesar selama kehamilan. Lapisan dinding dalam rahim yang disebut endometrium juga mengalami perubahan setiap bulan sebagai bagian dari siklus menstruasi.
Penyakit pada sistem reproduksi perempuan
Jika gaya hidup tidak dijaga dengan baik, mulai dari pola makan, rutinitas harian, hingga kebersihan saat berhubungan intim, organ reproduksi berisiko lebih tinggi terkena berbagai penyakit, Bunda. Berikut beberapa penyakit reproduksi yang perlu Bunda ketahui, melansir laman WebMD.
1. Infeksi Menular Seksual (IMS)
IMS adalah penyakit yang ditularkan melalui kontak seksual, baik vaginal, anal, maupun oral. IMS bisa tidak bergejala, tapi berisiko menyebabkan infertilitas bila tidak ditangani dengan tepat. Beberapa jenis yang umum terjadi pada perempuan adalah:
- Klamidia dan gonore, yang bisa menyebabkan keputihan tidak normal, nyeri saat buang air kecil, hingga radang panggul (PID) jika tidak diobati.
- Human Papillomavirus (HPV), yang dalam beberapa jenisnya bisa menyebabkan kutil kelamin dan bahkan kanker serviks.
- Herpes genital, ditandai dengan luka atau lepuhan nyeri di area genital.
2. Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi kronis ketika jaringan endometrium, yang seharusnya melapisi bagian dalam rahim, tumbuh di luar rahim, seperti di ovarium atau tuba falopi. Kondisi ini bisa menimbulkan nyeri menstruasi yang hebat, gangguan pencernaan, hingga kesulitan hamil.
Perempuan dengan endometriosis memiliki risiko infertilitas yang lebih tinggi, bahkan 6–8 kali lebih besar dibandingkan wanita tanpa kondisi ini. Untuk meningkatkan peluang kehamilan, dokter biasanya merekomendasikan prosedur seperti laparoskopi atau program bayi tabung (IVF), tergantung tingkat keparahannya.
3. Polikistik Ovarium Syndrome (PCOS)
Salah satu gangguan hormonal yang cukup sering terjadi pada perempuan adalah sindrom ovarium polikistik atau PCOS (Polycystic Ovary Syndrome). PCOS terjadi ketika ovarium memproduksi hormon androgen dalam jumlah berlebih, yang menyebabkan ketidakseimbangan hormon dalam tubuh.
Kondisi ini umumnya ditandai dengan menstruasi yang tidak teratur, pertumbuhan rambut berlebih di wajah dan tubuh (hirsutisme), jerawat yang membandel, dan kesulitan untuk hamil karena gangguan ovulasi.
Selain memengaruhi kesuburan, PCOS juga meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan jangka panjang seperti resistensi insulin, diabetes tipe 2, tekanan darah tinggi, gangguan tidur, hingga penyakit jantung.
4. Kanker reproduksi
Kanker pada sistem reproduksi perempuan bisa menyerang serviks, rahim, dan ovarium. Kanker serviks, yang paling umum, biasanya disebabkan oleh infeksi HPV dengan gejala seperti perdarahan di luar haid atau setelah berhubungan.
Kanker rahim sering terjadi pada perempuan pasca menopause dengan gejala perdarahan abnormal. Sementara itu, kanker ovarium sulit dikenali karena gejalanya samar, seperti perut kembung, nyeri panggul, dan cepat kenyang.
Deteksi dini sangat penting karena meningkatkan peluang kesembuhan, meski ada potensi dampak pada kesuburan. Oleh karena itu, Bunda perlu berkonsultasi dengan dokter agar terapi yang dipilih tetap mempertimbangkan kemungkinan kehamilan di masa depan.
5. Sindrom Menopause Dini
Sindrom menopause dini adalah kondisi ketika ovarium berhenti berfungsi sebelum usia 40 tahun, sehingga tubuh tidak lagi memproduksi hormon reproduksi secara normal. Kondisi ini ditandai dengan gejala seperti hot flashes, perubahan suasana hati, dan menstruasi yang berhenti lebih awal dari seharusnya.
Menopause dini dapat disebabkan oleh faktor genetik, gangguan autoimun, atau efek samping dari pengobatan tertentu. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi kesuburan, tetapi juga berisiko menurunkan kesehatan tulang dan jantung, sehingga perlu mendapat penanganan medis sedini mungkin.
6. Vulvovaginitis
Vulvovaginitis, yaitu peradangan pada vagina dan vulva, cukup umum terjadi dan bisa mengganggu keseimbangan organ reproduksi perempuan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh infeksi jamur, bakteri, parasit, atau iritasi akibat penggunaan produk kewanitaan yang tidak sesuai.
Gejala yang dirasakan antara lain gatal, keputihan berbau tidak sedap, dan rasa perih saat buang air kecil. Jika tidak ditangani, infeksi bisa menyebar dan mengganggu organ reproduksi lainnya.
7. Infertilitas wanita
Kondisi lain yang juga berdampak pada kesuburan perempuan adalah infertilitas. Gangguan ini bisa terjadi akibat masalah pada ovulasi, sumbatan saluran tuba, kualitas sel telur, hingga usia yang semakin bertambah.
Diagnosis biasanya dilakukan melalui pemeriksaan hormon, USG, atau laparoskopi, dan penanganannya bisa melalui terapi hormon, inseminasi buatan, atau program bayi tabung.
8. Kista ovarium
Terakhir, ada kista ovarium, yaitu kantung berisi cairan yang tumbuh di ovarium. Sebagian besar kista bersifat jinak dan bisa hilang dengan sendirinya, terutama yang muncul selama siklus menstruasi.
Namun, jika kista tumbuh besar atau menimbulkan nyeri hebat, perlu tindakan medis seperti operasi. Kista juga bisa menyebabkan menstruasi tidak teratur dan gangguan kesuburan.
Cara menjaga kesehatan reproduksi perempuan
Sebagaimana rekomendasi dokter kandungan Oluwatosin Goje, MD, dari Cleveland Clinic Main Campus, berikut beberapa langkah penting untuk menjaga kebersihan dan kesehatan organ reproduksi perempuan:
- Segera tangani keputihan tidak normal, seperti gatal, perubahan warna, hingga bau menyengat.
- Gunakan kondom saat berhubungan seksual bila tidak merencanakan kehamilan.
- Bersihkan area vulva menggunakan air hangat tanpa sabun beraroma atau antiseptik.
- Hindari membersihkan vagina dengan cara douching karena dapat menyebabkan iritasi dan infeksi.
- Ganti pembalut atau tampon setiap 4–6 jam dan bersihkan area genital setiap kali mengganti pembalut.
- Kenakan pakaian dalam berbahan katun yang menyerap keringat. Ganti minimal dua kali sehari untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur.
- Keringkan area kewanitaan setelah buang air dan mandi dengan handuk bersih atau tisu kering.
- Hindari memakai celana ketat terlalu sering karena berisiko membuat area genital lembap.
- Hindari produk kewanitaan yang beraroma karena dapat mengganggu keseimbangan pH alami vagina.
Demikian informasi mengenai kesehatan sistem reproduksi wanita dan cara merawat kebersihannya agar terhindar dari berbagai penyakit. Semoga bermanfaat, ya, Bunda!
Bagi Bunda yang mau sharing soal parenting dan bisa dapat banyak giveaway, yuk join komunitas HaiBunda Squad. Daftar klik di SINI. Gratis!
(rap/rap)
No responses yet